Presiden Prabowo menegaskan bahwa vonis ringan bagi koruptor dapat melukai rasa keadilan masyarakat. Presiden Prabowo juga menginstruksikan Kejaksaan untuk mengajukan banding agar vonis diperberat hingga mencapai 50 tahun penjara. Hal ini mencerminkan komitmen Prabowo dalam memerangi korupsi di Indonesia.

Sebagian besar masyarakat Indonesia yang mendambakan keadalian, tentunya sangat membanggakan punya presiden yang berani dan tegas terhadap maling-maling berdasi, bukan cuma pada Harvey Moeis dan sekutunya.

Karena jika pemerintah membiarkan kekecewaan dan ketidakpercayaan masyarakat pada sistem hukum di Indonesia, ini akan berbahaya. Dampak sosial dari keputusan itu juga dapat menimbulkan apatisme publik terhadap hukum.

Jika masyarakat merasa bahwa hukum tidak dapat memberikan keadilan, maka mereka cenderung kehilangan kepercayaan terhadap proses-proses hukum yang ada. Ini bisa mendorong potensi terjadinya tindakan anarkisme dan kekacauan sosial jika pelaku-pelaku korupsi terus lolos dari jeratan hukum.

Dari segi ekonomi, kerugian yang ditimbulkan akibat skandal ini juga sangat besar. Korupsi timah telah mengakibatkan hilangnya dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan pelayanan publik.

Investasi yang seharusnya masuk ke Indonesia berpotensi terhambat, karena tidak ada jaminan bahwa kesepakatan tidak akan melibatkan praktik korupsi di masa depan. Ini berpotensi mengancam pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor yang terkait dengan sumber daya alam seperti timah.

Maling timah berdasi lainnya yang menerima vonis ringan, adalah mantan Direktur Utama PT. Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Terdakwa Emil Ermindra oleh karena itu dengan pidana masing masing selama 8 tahun,” kata Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/12/2024).

Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, mantan Dirut PT Timah telah divonis 8 tahun penjara. Dia adalah pejabat tertinggi PT. Timah yang turut terlibat pada pusaran korupsi timah. Kasus ini merupakan tindak pidana korupsi terbesar di Indonesia yang merugikan negara mencapai Rp 300 Trilyun.

Mochtar Riza Pahlevi Tabrani terlibat kasus korupsi terkait tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT. Timah periode 2015-2022. Kasus ini melibatkan praktik ilegal yang menyebabkan kerugian negara sangat besar.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Riza bersama beberapa petinggi lainnya telah memfasilitasi penambangan timah ilegal melalui kerja sama dengan lima smelter swasta. Skema ini mencakup manipulasi pembayaran, rekayasa data produksi, dan penggunaan alat pengolahan timah tanpa studi kelayakan yang memadai.

Vonis yang dijatuhkan kepada Riza adalah 8 tahun penjara dan denda Rp750 juta, lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menginginkan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Selain itu, Riza diwajibkan membayar uang pengganti Rp493,39 miliar atau menjalani hukuman tambahan enam tahun penjara.

Pejabat seperti Riza Pahlevi ini selayaknya menerima ganjaran hukum lebih berat. Karena Riza adalah pejabat yang dipercaya pemerintah Indonesia untuk mengelola niaga timah di PT. Timah, bukan menjadi predator di dalam tubuh PT. Timah.