Pernahkah kita bertanya, untuk siapa ilmu pengetahuan dikembangkan? Apakah murni untuk kemajuan umat manusia, atau justru ada kepentingan tersembunyi di baliknya?
Buku Belenggu Ilmuwan: Pengetahuan dan Kekuasaan di Hindia Belanda karya Andrew M. Goss menjawab pertanyaan ini dengan tajam. Lewat riset sejarah yang mendalam, Goss mengungkap bahwa di masa kolonial, ilmu pengetahuan di tanah jajahan—termasuk Indonesia—tak berdiri sendiri. Ia dibingkai, diarahkan, bahkan dikendalikan oleh kekuasaan.
Salah satu contohnya adalah Kebun Raya Bogor, atau Buitenzorg saat itu. Lembaga yang tampak indah dan ilmiah ini ternyata adalah pusat strategi Belanda dalam menguasai sumber daya alam dan manusia. Para ilmuwan yang bekerja di sana bukan hanya meneliti tumbuhan atau cuaca, tapi secara tidak langsung menjadi bagian dari mesin kolonial yang ingin memahami dan mengendalikan alam serta masyarakat pribumi.
Yang lebih miris, para ilmuwan pribumi hanya dijadikan asisten atau “pelengkap riset.” Mereka jarang diberi ruang untuk tumbuh sebagai pemikir mandiri. Ilmu pengetahuan yang seharusnya memerdekakan, justru membelenggu.
Goss mengajak kita menyadari bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah benar-benar netral. Ia bisa menjadi alat emansipasi, tapi juga bisa berubah menjadi instrumen penindasan—tergantung siapa yang memegang kendali.
Lalu, bagaimana dengan zaman sekarang? Apakah ilmu pengetahuan sudah merdeka? Ataukah kita masih dibelenggu oleh kepentingan kekuasaan dan uang?
Buku ini penting dibaca siapa pun yang peduli pada masa depan pendidikan dan keilmuan di Indonesia. Sebab memahami sejarah, adalah langkah awal untuk membebaskan ilmu dari belenggu yang tak kasatmata. (fir)