Istilah ini awalnya berasal dari dunia keuangan di Inggris pada abad ke-18, untuk menggambarkan pedagang yang gagal memenuhi kewajibannya, tetapi kemudian diadaptasi dalam politik.

Lame Duck atau Bebek Lumpuh dalam dunia politik merujuk kepada seorang pemimpin, pejabat, atau pemerintah yang masih menjabat tetapi kekuasaannya dianggap melemah atau berkurang karena berbagai alasan.

Dalam konteks ini, istilah ini sering dikaitkan dengan situasi stagnasi, di mana sang pemimpin cenderung tidak produktif atau dianggap hanya menunggu masa jabatan berakhir.

Di beberapa negara, periode ini bisa diwarnai oleh pengambilan keputusan kontroversial, karena sang pemimpin tidak lagi khawatir akan konsekuensi elektoral.

Pemimpin yang masih berkuasa tetapi telah kehilangan dukungan politik yang signifikan, baik dari parlemen, partai, atau rakyat, sehingga sulit untuk mengambil keputusan besar atau melaksanakan kebijakan penting.

Apakah Presiden Joko Widodo “Lame Duck”?

Meskipun telah purna tugas dari jabatannya, Jokowi menunjukkan kemampuan unik untuk tetap relevan dan bahkan memainkan peran strategis dalam politik nasional.

Tampaknya fenomena Lame Duck tidak bukan ditujukan pada Presiden Ketujuh ini, berikut analisa sederhana versi warung kopi, yaitu:

  • Popularitas yang Masih Kuat: Jokowi tetap memiliki basis dukungan yang signifikan di masyarakat, yang membuatnya tetap menjadi figur penting dalam politik meskipun tidak lagi menjabat sebagai presiden.
  • Kemampuan Bermanuver Politik: Jokowi terbukti mampu membaca dinamika politik dan memainkan perannya dengan cerdik, baik dalam menghadapi friksi di internal PDIP maupun dengan mempertimbangkan opsi membangun kekuatan politik baru.
  • Pengaruh Tidak Bisa Dianggap Sepele: Jokowi masih dianggap sebagai tokoh kunci dalam menentukan arah politik nasional, termasuk dalam pemilihan pemimpin berikutnya, membuatnya tetap berpengaruh meskipun masa jabatan telah selesai.
  • Keunikan Konteks Indonesia: Dalam politik Indonesia, pemimpin yang masih menjabat sering kali memiliki pengaruh besar hingga akhir masa jabatan karena sistem politik yang memungkinkan mereka tetap memainkan peran dalam pengambilan keputusan strategis.

Dalam sejarah Indonesia, jarang ada presiden yang menjelang akhir masa jabatannya tetap memainkan peran politik yang begitu strategis seperti Jokowi.

Dunia politik memang tak pernah lepas dari kejutan. Hubungan antara politisi sering kali bersifat cair, di mana teman bisa menjadi lawan, dan sebaliknya. Dalam situasi ini, Jokowi memiliki kemampuan untuk memanfaatkan ketidakpastian sebagai peluang.

Di sisi lain, Jokowi justru berada dalam posisi strategis untuk menentukan langkah-langkah besar yang dapat membentuk lanskap politik nasional ke depan.

Jokowi berhasil membalik asumsi tradisional tentang Lame Duck, menjadikannya sosok pemimpin yang tetap dinamis dan berpengaruh hingga masa transisinya, bahkan semua program rancangan masa depan Indonesia dapat dilanjutkan oleh Presiden Prabowo Subianto. (fir)

Topics #Joko Widodo